Penyakit yang lebih berbahaya dari CORONA

.
.
Di indonesia. Pada hari  sabtu 18 april 2020,Hampir 6248 kasus covid-19 terkonfirmasi. Yaa, pandemi corona ini telah banyak membangkitkan empati dan solidaritas kita semua..
.
Doa dan appluse sebanyak-banyaknya kepada pejuang di garda terdepan yang bekerja menghadapi dan menyembuhkan pasien covid-19.
Terima kasih  yang tak terhingga  kepada seluruh pejuang yang tak kenal lelah dalam menghadapi wabah ini.
Sementara itu…
Ada satu fenomena yang sedikit menggores hati saya dimana Perawat pasien corona yang sudah berjuang tak kenal lelah  disalah satu RS diusir dari kosannya. Beberapa dokter dan tenaga medis lain mengalami perlakuan yang sama. Pemilik kos memintanya untuk pindah. Tentu kejadiannya tidak lain dan tidak bukan di negara kita sendiri (INDONESIA).
Hal yang sama juga dialami NA. Seorang pasien Corona di Lampung. Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit rujukan, ia diperbolehkan pulang karena hasil pemeriksaan menunjukkan ia negatif Corona.

Tetapi harapan pulang untuk beristirahat di tempatnya pupus ketika ia harus menerima kenyataan diusir dari kosannya. Selain diusir dari kosannya, ia juga dipecat dari tempatnya bekerja. Sebuah kepahitan hidup yang lengkap.

Di Depok, dan ternyata kemudian juga diikuti beberapa tempat yang lain, kedatangan jenazah untuk dikuburkan ditolak. Bukan hanya ditolak tetapi diusir. Dan bukan hanya ditolak dan diusir tetapi juga para petugas dilempari batu.

Mengapa warga bisa berubah menjadi bar-bar alih-alih prihatin? Mengapa orang Indonesia yang konon memiliki rasa kepedulian dan tenggang rasa bisa dibuat berubah sedemikian drastinya? Mengapa tidak justru Corona ini semakin menunjukkan dan menegaskan bahwa kita memiliki nilai-nilai luhur yang tinggi?

Stigma. (Stigmatisasi)

Di tengah masyarakat yang mudah menerima berita dan kabar begitu saja tanpa memfilter berita itu benar atau tidak, ditambah dengan kepanikan dan ketakutan yang berlebihan, masyarakat menjadi judgemental. Buntut dari sifat judgemental atau mudah menghakimi tersebut membentuk pola stigma di masyarakat.

Pada mulanya stigma itu hanya dipercaya beberapa orang. Lalu kemudian menyebar dan dipercayai demikian benar adanya. Terlebih jika tidak ada pencerahan terhadap stigma yang berkembang tersebut.

Saat seharusnya kita bersatu melawan virus Corona, kita justru hanya berusaha menyelamatkan diri sendiri. Sebagian dari kita justru mengusir dan melemahkan semangat mereka para pejuang garis depan.

Setidak-tidaknya ketika kita tidak bisa memberikan dukungan materi, selemah-lemahnya dukungan dengan bantuan moral, dengan kata-kata positif misalnya.

PADAHAL CORONA BUKANLAH AIB DAN BUKAN DOSA. Tentu tidak ada yang ingin meninggal hanya karena corona(GK TAU KALAU YANG BAR-BAR MASIH NONGKI DI LUAR). Semua yang menjadi korban corona pasti telah berjuang sebisa mungkin untuk berjuang sendiri. Sampai Prof. Said Aqil menyatakan bahwa barang siapa yang telah berjuang melawan penyakit corona sampai akhirnya ia meninggal maka ia digolongkan mati syahid.

Sayangnya stigma dan aib ini terlanjut melekat. 

Kita mungkin dan boleh kehilangan banyak hal karena ujian dan musibah Corona ini. Namun,sekiranya kita tidak kehilangan rasa kemanusiaan kita. Kita seharusnya justru memberi empati dan bantuan sebisanya kepada mereka yang berjuang melawan Corona.

Kepada para dokter dan perawat di tengah keterbatasan APD (alat pelindung diri), kita seharusnya mensyukuri ada yang bersedia berjuang dan mempertaruhkan nyawanya di garis paling depan. Mereka juga manusia, punya keluarga.

Kepada pasien yang berhasil sembuh, kita belajar untuk melawan virus ini dan menyebarkan rasa optimis kepada pasien yang lain. Kepada jenazah sekalipun, kita harus tetap menghormati.

Corona adalah penyakit biologis, hilangnya empati dan solidaritas adalah penyakit hati yang bisa lebih berbahaya

Mudah-mudahan kita menjaga diri sendiri dan orang lain dan selalu berpikir jernih. Jangan sampai penyakit hati –yang bisa lebih parah—justru mematikan rasa kemanusiaan kita.

#staysafe

#dirumahaja

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gagal, Hancur, Bangkit Lagi. Perjalanan 4 Tahun yang Tidak Mudah

Pudarnya academic honesty di kalangan remaja era globalisasi 4.0

First Flight si Ali.