PEREMPUAN HEBAT :)
Sesusah-susahnya jadi perempuan, ia selalu
sah untuk selfie dan mengunggahnya dengan
bahagia di media sosial. Perempuan juga bebas gosip sana-sini, membicarakan
sesama teman perempuan maupun laki-laki, bebas mengeluh apa saja di akun media
sosial pribadinya, monyong-monyong bibir tak lama kemudian, dan tetap mendapat
banyak jempol dan pujian modus di kolom komentar aahiyaaaaaaa.....
So,Bagaimana dengan laki-laki coba? Ruang gerak
laki-laki sungguh terbatas. Sist-sist semua tentu
akan segera memblok akun laki-laki yang monyong-monyong, apalagi sambil
miring-miringin kepala atau badan karena takut ketahuan berbadan lebar.
Laki-laki yang tidak membicarakan gagasan apapun di media
sosial, barangkali ditakdirkan dengan kesombongan yang lain, seperti pamer
motor atau mobil sport, gawai, plesiran di alam, atau update jadwal Liga
Champions. Sebagian kecil sekali merasa telah jantan dengan joke meme personel
JKT 48, polwan cantik, atau artis seksi bookingan.
Tetapi, tetap saja, yang berhak meramaikan
linimasa dengan wajah close up pamer lippen puluhan seri,
tas Prada KW 10, jadi bakul hijab musiman, gambar makanan, foto pasangan, album
perkem/bangan balita dari ASI ekslusif sampai usia yang tidak ditentukan, aneka
rupa jualan, tautan-tautan semacam “doa untuk calon jodohku”, serta panduan
hidup mutakhir ala Mario Teguh, adalah kita semua, wahai kaum perempuan yang
tak pernah salah dan tak mau disalahkan!
Sonita Alizadeh, Adalah
seorang muslimah rapper berusia 19
tahun asal Afghanistan yang giat bersuara untuk menyuarakan penolakan pada pernikahan di
bawah umur. Setiap tahun, di
negaranya, 15 juta anak perempuan di bawah umur dipaksa menikah. Mereka tidak
punya pilihan, tidak sempat memikirkan masa depan, serta tak berhak
mengembangkan diri. Sonita, yang memiliki kesempatan kabur ke US untuk studi, terus berkampanye agar para gadis
memperoleh kemerdekaan berpendapat.
Ada pula nama Amani Al Khatahtbeh.
Gadis berusia 23 tahun ini ialah founder sebuah platform online MuslimGirl.net.
Laman tersebut mengangkat suara perempuan untuk berani berbicara tentang segala
hal mulai dari kultur pop hingga peristiwa-peristiwa terkini. Mengajak
perempuan menulis kolom pemikiran, khususnya muslimah dunia, agar dapat membela
dirinya sendiri dengan kesadaran berwacana. MuslimGirl selalu siap
berkonfrontasi dengan stereotipe negatif terhadap perempuan dan berjuang
untuk mendukung kebijakan yang berkaitan dengan perbaikan nasib kaum Hawa.
Saya pribadi sebenarnya termasuk orang yang males dengan istilah
feminis, maskulinis dan is-is lainnya. Belum lagi segala macam turunannya,
mulai dari feminis radikal, feminis pecinta lingkungan, feminis sosialis, hardcore feminist, dan
banyak lagi. Kebanyakan label, terlalu sloganistis, tapi ujung-ujungnya cuma
sibuk berkutat pada definisi, sibuk meneguhkan posisi, perang gosip,
hingga akhirnya berantem antar kolektif sana-sini.
Apa dan siapa yang dibela? Nggak jelas.
Tapi, Sonita dan Amani, mereka barangkali adalah para
feminis yang suci sejak dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Meski, tentu
saja, akan ada yang akan memandang sederhana perbuatan mereka: “Biasa aja
keleus kampanye sama bikin web doang sih gue juga bisa!”
Yakin bisa?
Menghentikan pernikahan di bawah umur itu bukan perkara
sederhana. Dunia yang modern ini, sayangku, ternyata hanya ilusi. Di kota-kota
di Jawa, barangkali kurang dari 10 km dari rumah Anda, gadis-gadis desa yang
tidak disekolahkan orangtuanya adalah fakta. Para orang tua akan menjual tanah
demi anak laki-laki jadi tentara atau polisi lengkap dengan amunisi motor Ninja
agar lengkap ia membusungkan dada pada ciwi-ciwi SMA.
Lalu anak gadisnya? Ah, lebih baik segera dinikahkan saja.
Membuat platform online sebagai
media perempuan untuk mengartikulasi gagasan juga tidak sederhana, Sista. Lihatlah, walaupun
kita punya banyak majalah wanita, isinya tak jauh dari iklan kosmetika, fashion, dan ramalan
asmara. Jikapun ada tulisan, palingan cuma tips tentang cara memilih
tukang sulam bibir atau cara bergaul yang baik, bukan tentang apa yang penting
diobrolkan dalam pergaulan. Berbeda jauh dengan editorial Soleh Solihun di
majalah Playboy atau RollingStone. Perempuan, di tengah gemerlap zaman
kebebasan, tanpa sadar tetaplah terpingit oleh hal-hal artifisial.
Itulah pasal mengapa eksploitasi tubuh perempuan tetap kemripik bagai
taburan wijen pada onde-onde sebagaimana tercitra dalam iklan televisi, papan
reklame di jalan-jalan, film, majalah, atau samping kiri-kanan beranda
akun fesbukmu. Kata “cantik” atau “seksi” selalu menjadi identitas kunci berita
tentang perempuan baik yang syar’i maupun yang berbikini. Perempuan tak layak
menyandang identitas “cerdas”, “bijak”, dan lainnya.
Persoalannya, menjadi cerdas, bijak, apalagi bercita-cita jauh
mencapai derajat “khalifah” itu soal kemauan untuk mengaktifkan tombol “ON”
akal sehat yang sudah dititipkan Tuhan kepada manusia.
Sukinah, perempuan pemimpin pergerakan tolak tambang semen di
Rembang sana barangkali tak pernah sekolah. Tapi akal sehatnya terus diasah
lewat kesadaran panca inderanya bersama alam. Yu Sukinah pasti tidak pernah update status berisi
analogi menggelikan tentang perempuan-perempuan yang belum berjilbab setara
buah busuk yang dikerubut lalat.
Setelah semua uraian panjang lebar ini, masihkah Anda menganggap
para perempuan (penggerak itu) biasa-biasa saja? Barangkali sist sekalian perlu
membaca Persepolis atau Embroideries, novel grafis karya Marjane Satrapi yang
menyadarkan kita bahwa hal remeh macam “berkata tidak” dan menyuarakan
kehendak, memang tidak mudah bagi banyak perempuan. Tak perlu jauh ke Iran atau
Afghanistan, kok.
Contoh sederhana, apakah Anda yakin pasangan Anda sudah
tercerahkan bahwa perempuan juga manusia yang akalnya boleh digunakan setara
dengan kaum Adam?
ayoooo Sudah belum
Modyar ae.
.
Keren Tulisannya terus berkarya dan menginspirasi.
BalasHapusSemangat menginspirasi.
BalasHapus